Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam
Published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
ISSN : 24605565 EISSN : 25031058 DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles ten Documents
Search results for , effect "Vol. 4 No. 2 (2018): Desember 2018" : 10 Documents clear
Tinjauan Filsafat Hukum Islam terhadap Sanksi Pidana Delik Kondermoord Pasal 342 KUHP Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 4 No. 2 (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5098.477 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.four.2.384-409
The article discusses a review of Islamic legal philosophy towards offense sanctions in the form of the Article 342 of the Criminal Code ". Kindermoord criminal sanctions Article 342 of the Criminal Code, namely murder carried out by a female parent intentionally planning her intentions for a child / baby who will or non be born presently considering of fearfulness of being found out by another person, imprisoned for a maximum of ix years. In Islamic police the criminal sanctions of deliberate murder are qisas. All the same, in the offense of the victims' kind is the biological child of the offender, the sanctions imposed depend on the fulfillment of the weather. In Islamic criminal police, qi??? punishment tin exist erased if the 1 who kills the victim's parents. If the basic sentence cannot be dropped, then instead information technology includes the ta'zir judgement whose form of punishment is fully handed over to Ulul ul Amri or the ruler with a record in the interest of the community. In the philosophy of Islamic law, the sanctions for the kindermoord criminal offense include jar?mah ta'zir. Where the judgement is relevant to the legal objectives, namely the attainment of the benefit of the people, every bit a punishment that can requite a deterrent event to the perpetrators, so every bit to bring goodness to the customs every bit a whole and preventive functioning of the possibility of repetition of the same type of law-breaking, and repressively educating the perpetrators the good and realize the fault. And then that a judge in taking policy in penalization is adapted to the benefit of the people based on the value of justice Batasan Kebebsan Berpendapat dalam Menyampaiakan Argumentasi Ilmiah di Media Sosila Perspektif Hukum Islam Qulub, Siti Tatmainul Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 4 No. 2 (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Evidence Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4218.231 KB) | DOI: ten.15642/aj.2018.4.ii.247-267
Di era digital, semua orang bebas mengemukakan pendapat dengan adanya media sosial (medsos). Namun, media ekspresi tersebut memunculkan efek negatif dengan banyaknya kasus penyalahgunaan yang dilakukan oleh para pengguna. Mereka terjebak pada kasus tindak pidana, seperti pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Baru-baru ini di medsos (facebook, web log) muncul perdebatan antara komunitas flat earth dan Kepala LAPAN tentang bumi bulat vs bumi datar. Masing-masing mengemukakan argumentasi ilmiahnya yang berujung pada petisi yang dikeluarkan oleh komunitas flat earth kepada Kepala LAPAN. Pada dasarnya berpendapat merupakan kebabasan yang melekat pada individu. Namun, perlu keterampilan dan aturan (etika) tentang penyampaian argumentasi ilmiah di medsos. Argumen ilmiah berbeda dengan opini atau pendapat. Ia membutuhkan klaim, bukti dan alasan ilmiah. Dalam tulisan ilmiah, penulis hanya bertujuan untuk meyakinkan pembaca bahwa yang ditulis itu benar, tidak untuk mempengaruhi pembaca untuk mengukuti keinginan penulis. Islam memberikan kebabasan kepada masyarakat untuk menyampaikan argumen/pendapat baik di dunia nyata maupun di medsos. Namun, Islam memberikan batasan terkait substansi yang disampaikan. Secara global, batasan tersebut adalah: menyajikan informasi yang bermanfaat dan terbukti kebenarannya (ada klaim, bukti dan alasan ilmiah), sebagai sarana amar ma’ruf nahi munkar, tidak melanggar aturan agama dan aturan negara, menjalin silaturrahmi dan tidak mendatangkan permusuhan. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Wanita Ilegal di Malaysia Muwahid, Muwahid ;
Syafa'at, Abdul Kholiq Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. iv No. 2 (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Bear witness Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.406 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.four.2.339-359
The research on legal protection of illegal female labors in Malaysia aims; knowing the implementation of legal protection against illegal female labors in Malaysia; knowing the factors that influence the implementation of legal protection against illegal female labors; and looking for solutions to optimize the implementation of legal protection confronting illegal female labors in Malaysia. The results of this study indicate that legal protection for illegal female labors in Malaysia is not optimally, because they lose their rights before the police, and are exacerbated by the majority working in the informal sector so that they are not reached by labor law. Of course this is non in accordance with the principle of the dominion of constabulary adopted by Indonesia, as contained in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The absenteeism of a machinery to protect illegal female workers is a land's neglect of the protection of homo rights for all citizens, which is ane of the main elements of the dominion of law. Tinjauan Tindak Pidana Ujaran Kebencian Menurut Undang-Undang No. eleven Tahun 2008 Dalam Prespektif Perbandingan Hukum Tutik, Titik Triwulan Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 4 No. two (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Testify Abstruse | Download Original | Original Source | Cheque in Google Scholar | Full PDF (4932.456 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.iv.two.410-431
Arrangements regarding the hate speech in positive law are regulated in Commodity 28 paragraph (2) of the Electronic Information and Transaction Law Number 11 of 2008 and Commodity 45A paragraph (2) of Law Number xix Year 2016 concerning Amendment to Law Number 11 Twelvemonth 2008 apropos Information and Electronic Transactions still raises a multi-interpretive understanding or vague norm. This saw the reality in the customs that dealing with cases related to hatred on social media is still hard to overcome. Second, the normalization of criminal sanctions in the ITE Law is a false norm, because the criminal sanctions should be in the Criminal Lawmaking - this is because the KTE Constabulary is an authoritative law. Islamic law which is guided by the Qur'an and al-Hadith likewise gives a limit to the meaning of hate speech as an act of tyranny so that ta'dzir sanctions apply to it. Based on this fact in the future, the ITE Police force is expected to be able to come across and meet the expectations of the community. This is so that the public knows the limitations in using social media and so that the customs knows the actions that tin be considered every bit violating the rules. Also needed is the provision of understanding and understanding related to hatred and elements of SARA. Tindak Pidana Pencurian Menurut Muhammad Syahrur dan Relevansinya di Era Mod Nadhifuddin, Ahmad Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 4 No. 2 (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Testify Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7012.32 KB) | DOI: ten.15642/aj.2018.4.2.168-300
Artikel ini adalah hasil penelitian kepustakaan tentang â€Å"Studi Analisis Teori H}udud dalam Aspek Tindak Pidana Pencurian menurut Pemikiran Muhammad Syahrur dan relevansinya di Era Modern†penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah pemikiran Muhammad Syahrur tentang teori h}udud dalam aspek tindak pidana pencurian dan bagaimana pula relevansi teori tersebut di era mod saat ini. Penelitian bersifat bibliographic research, yaitu penelitian yang memfokuskan pada penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan, membaca, dan menelaah literatur-literatur tentang pemikiran Muhammad Syahrur dalam aspek tindak pidana pencurian dan relenvansinya di era modern. sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yakni memaparkan atau menggambarkan pemikiran Syahrur tentang teori h}udu Implementasi Teori Hudud Menurut Pemikiran Muhammad Syahrur terhadap Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Faizah, Dian Dwi Alifatul Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 4 No. 2 (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Bear witness Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4537.596 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.2.360-382
This article discusses the Implementation of Hudud Theory According to Muhammad Syahrur's Thought on Corruption Prevention Efforts in Indonesia. The theft of country coin or unremarkably referred to as corruption according to Syahrur can be subjected to a maximum judgement of the opposite paw cut, the cantankerous, exile or life imprisonment and the death penalty which is annihilated by hirabah. The Syahrur Hudud theory can exist applied as a legal culling for perpetrators of corruption in an endeavor to forestall corruption in Republic of indonesia. The Shahrur Theory has similarities in the law that apply to corruptors in Indonesia, namely in Law Number 31 of 1999 apropos the Eradication of Corruption Crimes. In the law, the death sentence is set as the maximum sentence for perpetrators of corruption in Republic of indonesia. The decease punishment is ane of the maximum punishments that exist in the theory of Muhammad Syahrur's hud?d relating to criminal acts of corruption which are analogous to the hirabah. In addition, imprisonment and fines equally minimum penalties for corruptors also have similarities inside the minimum limits of the theory, namely repenting and returning all corrupted avails accompanied by fines. And prison house is a identify of seclusion that is expected to make the offender deterrent and repent and non repeat his actions. Pungutan Liar oleh Aparatur Sipi Negara di Desa Sidokepung Buduran Sidoarjo Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Wijaya, Arif Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. iv No. 2 (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Show Abstruse | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4211.115 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.four.2.301-323
Pungutan liar (pungli) berupa uang sogokan atau uang siluman atau uang suap ini adalah tindak pidana yang sudah jelas telah diatur di dalam ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana antara lain tercantum dalam Ps.209, Ps. 210, Ps.418, Ps 419 dan Ps. 420 KUHP. yang dimasukkan menjadi delik korupsi menurut Ps. 5, six, 7, 8, 9, dan Ps. 12 dari butir a sampai dengan UU. No.20 tahun 2001, yang merubah UU.Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No.31 Tahun 1999, dengan formulasi sanksi yang lebih diperberat (gequalificeerd). Psl. 5 Undang-undang No.31 Thun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 isinya sebagai berikut: â€Å"Setiap orang melakukan tindak pidana sebagaimana di maksud dalam Pasal 209 KUHP. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,= (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak denda Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)â€Â. Analisis Hukum Pidana terhadap Mahar Politik KHasanah, Lusiana Al Vionita, Uswatul Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. iv No. ii (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3467.002 KB) | DOI: ten.15642/aj.2018.4.ii.203=219
Pembaruan hukum pidana yakni berupa suatu usaha untuk membuat peraturan pidana menuju yang lebih baik, tidak hanya melakukan pengaturan tingkah laku masyarakat, namun juga menciptakan masyarakat yang sejahtera sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. Untuk itulah dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 Pemilu dan Undang-Undang No. ii tahun 2008 Partai Politik perlu direvisi untuk ketentuan-ketentuan masalah mahar politik serta bentuk pertanggungjawaban pidana praktik mahar politik yang dilakukan dalam pemilu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang pembaharuan hukum pidana dalam Undang-Undang No. seven tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik terhadap praktik mahar politik. Jenis penelitian ini, merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan literatur dan peraturan perundang-undangan, dengan analisis data secara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian pembahuruan hukum pidana harus segera dilakukan terhadap Undang-Undang No. 7 tahun 2017 Pemilu dan Undang-Undang No. ii tahun 2008 tentang Partai Politik oleh pembuat kebijakan agar praktik mahar politik yang dilakukan oleh partai politik dan calonnya dalam pemilu tidak terulang kembali, karena akan mencederai dan merusak nilai-nilai demokrasi serta kehawatiran akan timbulnya praktik KKN * Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Mekanisme Mediasi hatta, muhammad hatta Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. iv No. 2 (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6164.888 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.2.220-246
In the Indonesian legal aspect, mediation tin can be applied to all civil cases, even before the estimate checks the lawsuit in court, the judge must direct the disputing parties to take part in the mediation session. On the contrary, mediation cannot be applied to criminal cases considering it is not regulated in criminal procedural law. In Islamic criminal law, cases that tin can be resolved through arbitration are qisas, diyat and ta`zir. Qisas and diyat known as penalties that have been adamant past the nash which violate man rights (individuals) and so that victims or their heirs can forgive the perpetrators. To get forgiveness from the victim's heirs, the perpetrator can enquire someone, organization or authorities as a mediator to consult then that the victim'southward heirs will forgive the perpetrator'south mistake. Furthermore, ta’zir is fully handed over to government policy (ulil amri), including the fabric law and procedural law. The government can brand regulations that adopt arbitration mechanisms to resolve conflicts that occur in the community. Pemikiran Abdullah Ahmed An-Na'im tentang Hak Asasi Manusia Sakirman, Sakirman Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 4 No. 2 (2018): Desember 2018 Publisher :
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Testify Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3081.203 KB) | DOI: x.15642/aj.2018.4.2.324-338
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak kudrati yang melekat dalam diri, sebagai manusia, sejak dilahirkan. Dalam perkembangannya, perlindungan atas hak-hak ini telah disepakati bersama dalam Declaration Universal Of Human Right. Di dalamnya telah diatur standart-standart universal kemanusiaan yang harus ditaati oleh seluruh negara di dunia, atau negara-negata regional dalam hubungannya dengan dokumen regional. Dalam konteks keislaman, ditemukan beberapa ketidaksesuaian dengan Annunciation Universal Of Human Right, seperti perbudakan, dan diskriminasi berdasarkan agama dan gender. Hal ini disebabkan karena para para pakar hukum perintis dalam menginterpretasikan sebagian ayat Al-Qur’an dan sunnah tidak mengidentifikasi adanya upaya penghapusan diskriminasi dalam kedua sumber tersebut, sebagaimana ketika menginterpretasikan ayat 47:four. Oleh sebab itu, agar keduanya tetap sejalan, maka An-Na’in berupaya melakukan sebuah trobosan baru untuk pembaharuan hukum hukum Islam dengan caranya radikal. Menurutnya pendekatan yang efektif untuk mencapai pembaharuan yang memadai dan tepat sasaran adalah dengan pendekatan evolusi (nasakh), yang diawali degan menyebutkan sumber Al-Qur’an dan sunnah yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia kemudian menjelaskannya dalam konteks historis. Dari sini titik ambivalensi antara HAM dan Syari’ah ditemukan, kemudian dijadikan pisau analisis untuk mencari relevansi dan merekonsiliasi kedua sistem yang awalnya sulit disatukan itu. Page ane of 1 | Total Record : ten
roundsorwits.blogspot.com
Source: https://garuda.kemdikbud.go.id/journal/view/11792?issue=Vol.+4+No.+2+%282018%29%3A+Desember+2018
0 Response to "what does the term “peak oil†refer to?"
Postar um comentário